Catalytic Converter Sering Dilupakan Pengemudi Mobil

catalytic coverter
catalytic coverter

SUARA MERDEKA | Bagus Irawan: Mengendarai mobil dengan nyaman dan aman merupakan impian setiap pengemudi yang memacu laju kendaraannya di jalan raya. Bahkan untuk mencapai hal itu produsen kendaraan bermotor menggaet konsumen dengan melengkapi mobil yang akan dipasarkan dengan berbagai kelengkapan kenyamanan dan keamanan.

Faktor kenyamanan dan keamanan merupakan hal mutlak yang tidak bisa dihilangkan seperti air conditioner (AC), suspension system, power steering, anti-lock brake system, air bag system, side impact beam, control emission system dan masih banyak lagi sistem yang ada untuk meningkatkan performance  dalam berkendaraan.

Dari keseluruhan sistem yang ada pada kendaraan tersebut, ada satu sistem yang umumnya sering dilupakan oleh pengemudi yaitu control emission system dengan adanya peranti catalytic converter. Ironisnya banyak para pengemudi yang tidak memahami fungsinya sehingga saat mobil mulai tersendat saat digenjot pada kecepatan tinggi, dan sulit berakslerasi, peranti ini justru dianggap sebagai sumber masalah karena menjadi penyumbat gas buang yang akan keluar dari saluran buang. Ini menjadi stigma pengemudi yang beranggapan laju kendaraan yang tersendat akibat dari knalpot yang dilengkapi catalytic converter tersumbat.

Padahal fungsi alat ini sangat penting karena digunakan untuk mengurangi emisi gas buang carbon monoksida (CO), hidrokarbon (HC), nitrogen oksida (NOx) dan partikulat yang keluar dari knalpot di mana sangat berbahaya bagi kesehatan manusia dan lingkungan.

Emisi gas CO bila terhirup oleh manuisa akan masuk dalam darah dan mengikat Hb dalam darah yang berakibat darah kekurangan oksigen. Jangka waktu yang singkat, bila darah terus kekurangan oksigen akan menyebabkan kematian si penghirup gas beracun ini.

Penggunaan catalytic converter untuk mengurangi emisi gas buang pada kendaraan bermotor sudah lama dilakukan. Peranti ini telah digunakan di USA sejak tahun 1975 karena adanya peraturan environmental protection agency (EPA) yang semakin ketat tentang gas buang kendaraan bermotor. Alat ini mengkonversi senyawa-senyawa toksik (racun) dalam gas buang menjadi zat-zat yang kurang toksik atau tidak toksik

Dengan demikian untuk memenuhi peraturan itu, kendaraan bermotor harus dilengkapi dengan peranti standar yang sering disebut catalytic converter. Pemerintah Indonesia juga mengikuti peraturan tentang emisi gas buang yang mengacu pada EURO 2 atau EURO 3 dengan ambang batas baku mutu emisi gas buang untuk kendaraan buatan mulai tahun 2007 dengan batas 1,5 % untuk emisi gas carbon monoksida, sedang untuk tahun sebelumnya batasnya 4,5 %. Hal ini merujuk pada Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No 5 tahun 2006 tentang ambang batas emisi gas buang kendaraan lama adalah 4,5 %  dan kendaraan baru 1,5 %. Sehingga mau tidak mau kendaraan bermotor di wilayah ini harus dilengkapi catalytic converter.

Mengubah Polutan

Catalytic converter merupakan salah satu alternatif teknologi yang dapat digunakan untuk menurunkan polutan dari emisi kendaraan bermotor, khususnya untuk motor berbahan bakar premium/bensin. Meskipun ada cara lain seperti membatasi jumlah kendaraan bermotor dan menggunakan bahan bakar ramah lingkungan, namun kedua cara ini masih menjadi hal yang sulit terwujud mengingat masih adanya kondisi tarik ulur kepentingan pemerintah dan urusan kantong masyarakat atau daya beli terhadap BBM ramah lingkungan yang dirasakan masih cukup berat oleh warga yang berkantong cekak.

Pemasangan catalytic converter bertujuan untuk mengubah polutan-polutan yang berbahaya seperti CO, HC dan NOx menjadi gas yang tidak berbahaya, seperti carbon dioksida (CO2), uap air (H2O) dan nitrogen (N2) melalui jalan reaksi kimia.
Peranti ini berfungsi untuk mempercepat oksidasi emisi CO dan HC serta mereduksi NOx. Tanpa peranti ini CO dan HC berubah menjadi CO2 dan H2O pada temperatur 700 derajat celcius (C), namun dengan catalytic converter pada temperatur kerja rentang 200-300 C gas berbahaya tersebut sudah diubah menjadi gas tidak berbahaya.

Catalytic converter yang banyak digunakan sampai saat ini adalah dengan katalis logam dangan bahan katalis dari platinum, palladium dan rhodium. Katalis tersebut termasuk jenis logam mulia (nobel metal) yang harganya mahal ( Rp 4 juta – Rp 7 juta per unit ) dan terbatas kelimpahannya.

Pada jenis catalytic converter ini, penggunaan umumnya direkomendasikan oleh produsen kendaraan bermotor menggunakan bahan bakar yang memiliki angka oktan tinggi seperti pertamax dan pertamax plus dan bahan bakar yang bebas dengan timbal (Pb). Namun kenyataan di lapangan, konsumsi Premium masih sangat tinggi dan banyak dipergunakan juga oleh kendaraan yang menggunakan catalytic converter nobel metal.

Dengan kondisi demikian akan mengakibatkan pemakaian peranti menjadi lebih pendek (umur pemakaian lebih singkat). Pada bahan bakar yang ada kandungan timbal (Pb), hasil proses pembakarannya akan menyebabkan sumbatan pada pori-pori honeycomb catalytic converter yang sudah barang tentu akan memperdendek umur peranti ini.

Modifikasi Peranti

Oleh sebab itu penggunaan bahan katalis lain untuk mengantisipasi kendaraan yang tidak menggunakan catalytic converter pabrikan perlu dilakukan dan diupayakan dengan prinsip kelimpahan bahan, murah dan mudah pengadaannya (pembuatannya). Mengingat jumlah kendaraan dari tahun ke tahun semakin meningkat.

Tercatat dari Direktorat Perhubungan Darat bahwa angka pertumbuhan jalan sebesar 8% per tahun tidak sebanding dengan pertumbuhan jalan yang hanya  2% per tahun. Kondisi ini semakin meningkatkan pencemaran udara atau polutan, utamanya emisi gas CO, HC, NOx dan partikulat. Tak heran jika Jakarta dijuluki kota terpolusi di dunia, bahkan kota Semarang termasuk     10 kota besar terpolusi di Indonseia

Menurut Mattey J,  dalam bukunya yang ditulis tahun 2014 ” Dennis Dowden and the Development of Catalytic Science “, Technology Review, ada beberapa logam yang diketahui efektif sebagai bahan katalis oksidasi dan reduksi mulai dari yang besar sampai yang kecil adalah Pt, Pd, Ru, Mn, Cu , Ni , Fe , Cr ,  Zn dan oksida dari logam-logam tersebut.

Pada penelitian sebelumnya, Catalytic Converter dengan bahan katalis tembaga (Cu); oksida tembaga (CuO), tembaga nikel (Cu Ni), dan kuningan diketahui mampu menurunkan konsentrasi keluaran emisi gas buang carbon monoksida dan hidro carbon pada motor bensin secara signifikan dengan variasi putaran mesin dari hasil penelitian Krisbayu, 2001; Fitriyana, 2002 ; Aris, 2005 ; Irawan, 2003, 2006 , 2010 ).

Dengan melihat pada kenyataan di atas maka penulis telah mengkaji dan melakukan riset/penelitian skala laboratorium dengan melakukan rancang bangun catalytic converter dengan pemilihan bahan katalis lain yang dipasangkan pada unit catalytic converter, dengan pemilihan bahan yaitu tembaga dan mangan.

Penggunaan bahan katalis berbasis tembaga dengan penambahan lapisan mangan dilakukan, karena bahan ini memiliki kelimpahan tinggi dan harga yang murah di pasaran serta memiliki karakteristik yang mampu digunakan sebagai bahan katalis. Ongkos produksi kisaran Rp 1,5 juta – Rp 2 juta per unit.

Hasil riset penulis menunjukkan, catalytic converter berbahan tembaga yang dilapisi dengan mangan mampu mereduksi emisi gas carbon monoksida cukup signifikan mencapai 82,33 %. Konsentrasi emisi gas CO yang semula 6,17% turun menjadi 1,09 %.

Hasil ini mendekati dengan peranti pabrikan yang diteliti Ellyanie pada 2011 tentang Pengaruh Penggunaan Three-Way Catalytic Converter Terhadap Emisi Gas Buang Pada Kendaraan Toyota Kijang Innova yang hasilnya 80% sampai 90 %.
Artinya modifikasi catalytic converter penulis yang mendapatkan arahan dari Prof Dr Ir Purwanto DEA dan Dr Hadiyanto ST MSc dari Program Doktor Ilmu Lingkungan UNDIP ini setara dengan catalytic converter nobel metal pabrikan. (81)

–– Dr RM Bagus Irawan ST MSi IPP,
konsultan Ahli Madya Teknik Lingkungan, Ketua Lembaga Lingkungan Hidup PDM Kota Semarang dan dosen Fakultas Teknik Unimus

Comments are closed.